#journey13
“Untuk
pertama kalinya menikmati ‘siring’ terjernih di Indonesia”
Part 1
Perjalanan
ini pertama kalinya saya pergi ke arah yang berbeda. Daerah yang sama sekali belum
pernah saya jajahi, tapi justru membekas cerita yang takkan terganti. Semua
rasa berkumpul seakan sedang reunian di tempat yang salah.
Saya,
Yolan, Bida, Tacat, Pangin, Sekat, Ceturi, dan Bekicot (plis jangan julid
nama mereka, tu nama kagak bisa lu beli woi)berangkat dari kota Bengkulu
menuju kawasan wisata Lemo Nakai, Desa. Batu Raja, Kec. Hulu Palik, Kab.
Bengkulu Utara. Bagai srikandi yang sok tangguh-tapi emang kami tangguh,
katanya.
Jujur, saya
sama sekali belum pernah pergi kearah Bengkulu Utara. Tentu was-was lagipula
kami perempuan semua-demi keselamatan, kami berdoa dulu sebelum berangkat.
Ditengah terik matahari saya sampai di kediaman temannya Bida (temen SMA,
sorry gue lupa namanya, anggep aja Dio).Karena memikirkan track yang
lumayan huh, mana beberapa hari terakhir ini musim hujan, Dio mengajak
temannya untuk menemani kami selama di perjalanan(namanya Tio;samaran).
Perjalanan
dimulai, tracknya lumayan memakan tenaga. Tanah merah ditambah bebatuan, membuat
sedikit susah memilah mana jalan yang tepat untuk di lewati. Butuh waktu 2 jam
untuk sampai dimana kami dibingungkan dengan cuaca yang tidak bisa ditebak.
Banyak sekali tanjakan dan turunan curam, yang dikhawatirkan kami tidak bisa
mengeluarkan motor dengan keadaan jalan yang seperti itu.
Akhirnya
kami memutuskan untuk memarkirkan motor yang berjarak 30 menit dari lokasi.
Kami haking dengan senang hati, menikmati suasana yang tidak ditemukan di ibu
kota. Damai, sejuk, tentram, hanya ada suara desiran pohon yang saling
bergesek. Suara debit air mulai terdengar, kami memperbesar langkah. Untuk
menuju air terjun Lemo Nakai kami harus melewati aliran air yang lumayan deras,
banyak batu-batu besar juga disana.
Air terjun
Lemo Nakai sudah didepan mata, lelah terganti akan pegal yang menimpa. Tak
sia-sia kaki terlumuri tanah merah. Saya duduk sejenak di atas batu besar
sebelum mendekat ke kedapan sana. Mengamati keindahan yang ada di sekeliling. Mungkin,
akses jalan yang kurang memadai, menjadikan Lemo Nakai asri dan jarang terjamah
oleh manusia. Lemo Nakai salah satu air terjun unik dari beberapa yang pernah
saya jumpai. Ia berada di tengah cincin goa yang memiliki ketinggian empat
hingga enam meter.
Melihat air
yang begitu jernih membuat saya, Yolan, Bida dan Pangin memutuskan untuk mandi.
Baru saja bersiap menyingkirkan henpon ke dalam tas, tiba-tiba Dio
memanggil Bida. Kemudian menghampiri kami bersama Bida-yang terliat semburat
kecewa di wajahnya.
“Eh,ga usah
mandi di sini, takutnya ada air bah dateng. Kayaknya mau hujan juga nih” ucap
Dio.
Eh buset ni
orang, baru aja nyelup kaki ke aer udah nyerodok ngebet ngajak pulang, kan
kesel.
Bida memberi kode agar kami segera
bergegas. “Yaelah, gue bela-belain ga mandi dari rumah biar mandi di sini, eh
malah disuruh pulang-,”
“Kalo emang
mau mandi kalian bisa mandi di ‘siring’, gak jauh dari sini kok” ucap Dio,
sepertinya ia paham garis wajah kami.
Siring?
Aelah elu pikir ikan cere apa, ngajak mandi di siring
Saya dan
yang lainnya nurut-nurut aja, lagipula kami hanya pendatang yang tidak tahu
kondisi sekitar. Hujan mengguyur kami yang baru saja keluar 100 meter dari atas.
Pakaian kami basah kuyup, perjalanan semakin menggebu adrenalir. Sudah berapa
kali saya dan Yolan hampir terjatuh dari motor akibat tanah merah ditambah
hujan deras. Kaki dan kedua tangan dibuat pegal karena menahan motor agar tatap
seimbang.
30 menit
berlalu, akhirnya kami menemukan jalan aspal-yang sudah sompel pula. Di sebelah
kirinya terdapat aliran air jernih sedalam satu meter. Bida dan Sekat yang
memimpin di depan meminggirkan motor sehingga kami yang berada di belakang ikut
berhenti. “Ada apa?”saya memasang raut bingung, yang lain pun begitu.Bida
menjelaskan kalau ‘siring’ ini aliran dari Lemo Nakai, yang biasa digunakan
penduduk untuk mandi, apalgi sekarang musim kemarau. Awalnya kaget, serius
ni mau mandi di pinggir jalan gini? Banyak warga yang lalu-lalang lagi! Bodo
amat dah!
Kami
langsung loncat dan menikmati segarnya aliran air Lemo Nakai. Saya pikir arus
airnya tenang, ternyata deras sekali sehingga tumpuan kaki harus bisa menahan
tubuh agar tidak ikut terbawa arus. Suara kami pecah, menggigil menahan dingin
yang mulai menusuk kulit. Airnya yang jernih dapat melihat keadaan yang ada di
sepanjang siring.
Saya
berfikir, mana ada siring sejernih ini. Siring yang biasa saya temukan
bau,kotor dan dipenuhi sampah.Apa lagi di kota-kota besar yang ada di luar sana.
Oh ya satu lagi di daerah Kepahiyang yang punya siring bersih serupa dengan
Lemo Nakai. Sungguh luar biasa siring bersih bisa kalian temukan di daerah Kota
Bengkulu.