Berkunjung Ke Rumah; Uang Sepuluh Ribu

By alnaabee26 - May 10, 2020


#journey23



 “Masih ada yang ingat, dengan mata uang Indonesia berwarna merah muda gelap yang ada gambar rumah adat Limas?”

Sumatera Selatan dikenal dengan nama Bumi Sriwijaya yang menjadi lokasi berdirinya kerajaan Maritim. Sehingga banyak sekali koleksi peninggalan sejarah yang ditempatkan di museum Balaputradewa seperti benda etnografi, histografi, biologika, felologi, seni rupa dan lain-lain.
 Lokasi museum Balaputradewa terletak di jalan Srijaya Negara I, no. 288 kota Pelembang. Untuk transportasi ke museum Balaputradewa, kalian bisa menggunakan ojek online atau angkutan umum, nanti setelah tiba di pertigaan jalan Srijaya, kalian bisa jalan kaki agar lebih hemat biaya. Tenang, jarak dari pertigaan  menuju museum Balaputradewa hanya berjarak 300 meter, lumyanlah buat ngeluarin keringat.
Museum Balaputradewa buka pada hari Selasa s.d. Sabtu pada jam 09.00 s.d. 15.00 WIB. Sedangkan untuk hari Minggu, dibuka mulai jam 08.00 s.d. 15.00 WIB, itu artinya museum ini tutup setiap hari Senin dan hari libur Nasional. Harga tiket masuk ke dalam museum ini hanya dibandrol Rp.1000/orang untuk anak-anak dan Rp.2000/orang untuk dewasa. Dengan harga tiket yang super murmer, sayang rasanya jika ke Palembang tidak mengunjungi tempat bersejarah ini.
Oh ya, lagi-lagi saya ditemani Winda, teman sekaligus tour guide yang juga sudah menemani saya ke beberapa tempat di jurnal sebelumnya. Saya dan Winda berangkat sedikit sore, karena sepulang dari museum Balaputradewa, kami berencana “iseng” naik LRT di jadwal terkhir, artinya kami akan menikmati view kota Palembang di malam hari. Setelah sampai di lokasi, kami langsung menuju gedung utama untuk registrasi dan menulis daftar buku tamu.
            Ketika mamasuki gedung utama, kami langsung disambut dengan relief besar yang bercorak emas dengan pintu masuk dan keluar di sisi kanan dan kirinya. Setelah melewati pintu tersebut, kami langsung disambut kolam ikan berdiameter persegi panjang yang dihiasi beberapa patung di tengahnya. Di sisi kanan dan kirinya terdapat ruangan bersekat kedinasan budaya dan pariwisata yang kantornya satu tempat dengan gedung utama.
             Karena hari sudah sore, dan jam berkunjung museum akan berakhir, jadi kami tidak bisa terlalu lama berbincang dengan salah satu pemandu yang memberi kami wejangan dari pertanyaan saya.
Dalam museum Balaputradewa terdapat tiga ruangan pameran, rumah Limas dan rumah Ulu. Ruang Pemeran I (masa pra sejarah) terdapat banyak berbagai replika arca Megalith dan benda-benda pra-sejarah berupa alat bercocok tanam yang terbuat dari batu seperti, kapak lonjong, mata panah, batu pukul dan lain-lain. Untuk ruang Pameran II (masa pra kerajaan Sriwijaya) terdapat benda-benda pra-kerajaan berupa fragmen, arca Budha, arca Hindu, alat pengecoran logam, prasasti Kota Kapur, prasasti Kedukan Bukit, Kambang Unglen I, Kambang Unglen II dan lain-lain. Sedangkan ruang Pameran III (masa kerajaan Sriwijaya) terdapat koleksi keterampilan seperti kain tenun, batik, songket, alat tenun, piringan hitam, pakaian, pedang dan lain-lain.
Setelah mengitari ketiga ruang Pameran, kami lanjut ke rumah Limas yang mengarah ke bagian halaman belakang. Rumah Limas merupakan rumah tradisional yang bersejarah sekaligus menjadi salah satu  icon mata uang Indonesia. Rumah Limas dibangun pada tahun 1830, pemilik pertamanya adalah Pangeran Syarif Adurrahman  Al-Habsi. Di dalamnya terdapat sulur-suluran, yaitu motif bunga Pakis yang berarti kepemimpinan, motif bunga Tanjung yang berarti ucapan selamat datang, dan motif pucuk Rebung yang berarti siklus kehidupan. Ada juga piano keluaran Jerman yang masih menggunakan senar dan berumur 1 abad lebih. Masih banya perabotan seperti meja, kursi, lemari, lukisan etnografi dan lain-lain. Di bagian belakang rumah Limas, terdapat jembatan kecil yang langsung menyambung dengan rumah rakyat biasa yang dibangun pada tahun 1835 oleh Syarif Ali.
            Di bagian timur rumah Limas ada rumah Ulu yang merupakan rumah daerah Ogan Komering Ulu. Rumah Ulu ini sering disebut sebagai rumah anti gempa. Karena tiang penyanggah rumahnya bukan ditanam di dalam tanah, melainkan ditaruh di atas tumpukan batu, jadi jika terjadi gempa maka rumah akan berayun, unik juga ya. Rumah Ulu ini berfungsi sebagai rumah singgah, dimana di depannya terapat patung sapi atau pedati yang berarti tempat singgah, atau yang lebih kita kenal sekarang sebagai hotel. Model rumah seperti ini, sudah dibudayakan sejak lama oleh orang-orang Jepang.
Dokumentasi:


RELIEF BESAR DI DEPAN PINTU MASUK


KOLAM IKAN YANG BERADA DI ANTARA
KANTOR DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA



GALERI MELAKA SEBELUM RUANG PAMERAN I



TAMAN DI TENGAH PERKARANGAN MUSEUM


KUMPULAN KOLEKSI BARANG DI RUANG PAMERAN I, II, DAN III









  • Share:

You Might Also Like

0 comments